OPTIMALISASI PEMUDA DALAM PENCAPAIAN SDGs DESA

Dalam Pasal 78 ayat 1 dan 2 UU No.6 Tahun 2014 tentang desa mengatakan Pembangunan Desa bertujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia serta penanggulangan kemiskinan melalui pemenuhan kebutuhan dasar, pembangunan sarana dan prasarana Desa, pengembangan potensi ekonomi lokal, serta pemanfaatan sumber daya alam dan lingkungan secara berkelanjutan. (2) Pembangunan Desa meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan.(3) Pembangunan Desa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengedepankan kebersamaan, kekeluargaan, dan kegotongroyongan guna mewujudkan pengarusutamaan perdamaian dan keadilan sosial. Pentingnya perencanaan dalam setiap pembangunan, Bintoro (1983:2) menyebutkan : “Dengan perencanaan pembangunan dimaksudkan agar pembangunan terselenggara secara berencana, yaitu secara sadar, teratur, sistematis, berkesinambungan, mengusahakan peningkatan dan kemampuan menahan gojolak-gejolak di dalam pelaksanaannya.Agar usaha-usaha pembangunan dapat berhasil mencapai sasaran, maka pengarahan untuk pelaksanaan pembangunan dan pemanfaatan sumber-sumber yang ada perlu berpedoman pada suatu rencana yang terwujud dalam suatu bentuk perencanaan pembangunan.
Mencermati UU tentang pembangunan tersebut, dibutuhkan keterlibatan pemuda desa dalam mengoptimalkan ketercapaian pembangunan khususnya Sustainable Development Goals (SDGs) . Pemuda mempunyai peran penting dalam pembangunan bangsa. Sejarah telah membuktikan bahwa pemuda Indonesia menjadi kunci lahirnya Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui deklarasi Sumpah Pemuda pada 28 Oktober 1928 yang menjadi momentum bersatunya kekuatan pemuda dari seluruh daerah di Nusantara untuk memperjuangkan kemerdekaan. Di era sekarang, pemuda menjadi kekuatan ekonomi dan tulang punggung pembangunan negara. Penduduk yang berstatus pemuda di saat ini, akan mendominasi populasi dalam bonus demografi yang diperkirakaan mencapai puncaknya pada pada 2030-2040.
Pemuda adalah aset bangsa dan berbagai revolusi pergerakan diawali oleh pemuda. Pergerakan pemuda mungkin masih identik dengan mengkoordinasi basis massa yang besar. Itu sudah menjadi fakta sejarah dan refleksi bagaimana pemuda punya kekuatan besar dalam membentuk sebuah negara. Tetapi, sekarang mungkin bukan lagi eranya dimana demonstrasi menjadi simbol pergerakan pemuda. Mereka bergerak dengan karya. Semenjak konsep Sustainable Development Goals (SDGs) yang disebut Millennium Development Goals sekitar 20 tahun lalu, kepedulian pemuda Indonesia terbentuk. Banyak karya dan gerakan yang telah dibentuk di atas konsep SDGs ini. Tujuan besar SDGs sendiri adalah agar semua orang maju bersama dan tidak ada yang tertinggal, “No One Left Behind”. Tujuan ini nampaknya cocok dengan corak dan semangat pergerakan anak muda saat ini. Pencapaian target dari 280 indikator merupakan pekerjaan bersama dan menjadi tanggung jawab pemuda lintas sektor. Pemuda-pemudi terbaik bangsa ini harus mau ‘turun gunung’ menunjukkan kepedulian bergerak nyata sehingga dapat menjadi teladan bagi sesama. Semua sektor berperan dengan kekuatannya masing-masing, baik pengusaha, pemerintah, masyarakat sipil, swasta, organisasi atau badan regional dan internasional serta akademisi.
Sesuai dengan prinsip inklusivitas SDGs bahwa tidak ada satupun yang tertinggal (no one left behind), pemuda menjadi bagian dalam target pencapaian SDGs. Namun, posisi pemuda diharapkan tidak hanya sebagai target/penerima manfaat, tetapi dapat dioptimalkan sebagai subjek/pelaku pembangunan. Hal ini sangat tepat dalam menggambarkan semangat no one left behind.
Sebagai penerima manfaat pembangunan, kondisi pemuda sangat relevan dengan poin-poin dalam SDGs. Dalam Tujuan 1: Tanpa kemiskinan, misalnya; 1 dari 10 remaja dan pemuda hidup di bawah garis kemiskinan (Data 2015: Smeru Institute). Pada Tujuan 4: Pendidikan yang berkualitas; penilaian kualitas pendidikan Indonesia masih rendah berdasar ukuran penilaian global (PISA/ Programme for International Student Assessment dan TIMMS/ Trends in International Mathematics and Science Study) mendapatkan bahwa profil pembelajaran siswa di Indonesia cenderung stagnan (flattening learning profiles) selama satu setengah dekade terakhir setelah Reformasi (2000-2014).
Sebagai pelaku, pemuda punya potensi besar untuk berkontribusi dalam pembangunan. Sifat pemuda yang selalu ingin tahu, rasa penasaran yang tinggi, kemauan belajar yang besar, membuatnya berpotensi dalam mendukung Tujuan 4: Pendidikan yang berkualitas. Pemuda juga optimistis dalam memandang keberagaman. Menurut IDN Research Institute dalam Indonesia Millenial Report 2019, 81.5% pemuda Indonesia mendukung Negara Kesatuan Republik Indonesia dan 81.4% mendukung Pancasila sebagai ideologi negara. Hal ini selaras dengan Tujuan 10: Berkurangnya kesenjangan dan Tujuan 16: Perdamaian, keadilan dan kelembagaan yang tangguh.
Menurut IDN Research Institute, 79% pemuda Indonesia memeriksa memeriksa ponsel pintar mereka dalam satu menit setiap kali mereka bangun tidur di pagi hari. Ini menandakan mereka sangat bergantung pada teknologi dan mendukung pengembangan teknologi yang bisa berdampak pada pertumbuhan ekonomi, hal ini sejalan dengan Tujuan 8: Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Dari yang paling sederhana, kita sebagai pemuda dapat berkontribusi pada semua indikator dalam SDGs, misalnya jika kita memiliki bahan makanan atau barang layak yang sudah tidak kita inginkan, kita dapat memberikannya kepada orang yang membutuhkan, sehingga hal ini mendukung Tujuan 1, 2 , 3, 10, dan 12. Kita juga bisa berbagi ilmu dan pendampingan anak muda untuk membimbing seseorang menuju masa depan yang lebih baik, ini termasuk mendukung Tujuan 4 dan 10. Tentu banyak kegiatan sehari-hari yang mendukung pelaksanaan SDGs.
* disampaikan dalam Seminar Nasional “Menuju SDGs NTB 2030” yang diselenggarakan oleh BAPPEDA NTB pada 9 Desember 2021 di Hotel Aruna Senggigi.
**Penulis: Muh Jaelani Al-Pansori | Penerima Beasiswa Doktor BUDI-LPDP di Universitas Sebelas Maret